Oleh : Putri Kurnia, S.Pd.
Bahasa Jawa merupakan salah satu dari sekian banyak bahasa daerah di Indonesia yang keberadaannya ikut mewarnai keragaman budaya bangsa Indonesia. Nardiati (1993) menyatakan bahwa bahasa jawa merupakan bahasa komunikasi dalam pembangunan, tentu saja sangat perlu untuk dilestarikan karena penting bagi kehidupan bangsa. Akan tetapi, ironisnya sekarang ini pengguna sekaligus pemilik bahasa Jawa sudah enggan menggunakannya, bahkan sudah ada yang mulai meninggalkannya. Faktor lain adalah lingkungan. Lingkungan yang kurang mendukung mereka untuk selalu menggunakan bahasa Jawa ragam krama dalam mereka berkomunikasi. Bukan hanya dalam hal berkomunikasi, tetapi juga dalam hal unggah-unggah basa. Mata pelajaran bahasa Jawa di tingkat SMK sebagai mata pelajaran muatan lokal wajib, namun ketika proses pembelajaran berlangsung hanya sebagian kecil siswa yang mau memperhatikan dengan sungguh. Dalam kurikulum 2013, guru sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Untuk itu guru harus pandai memilih metode pembelajaran yang tepat dan dapat merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Siswa tidak lagi menghafalkan teori-teori yang diberikan oleh guru melalui ceramah, tetapi siswa dituntut untuk bisa menerapkan dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata. Jadi dari pembelajaran bahasa Jawa di sekolah, diharapkan siswa mencapai kompetensi-kompetensi tertentu dan mampu memanfaatkannya dalam kehidupan mereka. Dan yang paling utama adalah siswa mampu berbahasa Jawa dengan baik dan benar sesuai dengan konteksnya (sesuai dengan ungggah-ungguh basa). Salah satu metode yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan tentang unggah-ungguh basa yaitu metode Role Playing. Metode Role Playing diharapkan dapat merubah perilaku yang baik untuk di jadikan contoh sebagai pembentukan karakter siswa, sebagaimana pendapat (Roestiyah 2001:90) menggunakan metode bermain peran (Role Playing) siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia, atau siswa dapat memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis itu. Dari hal diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dengan metode bermain peran, siswa dapat menghayati peranan apa yang dimainkan, dan mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru. Ia dapat belajar watak orang lain, cara bergaul dengan orang lain, bagaimana cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain, dan dalam situasi tersebut mereka harus dapat memecahkan masalahnya. Melalui metode ini siswa menjadi mengerti bagaimana cara menerima pendapat orang lain. Siswa juga dituntut untuk bisa berpendapat, memberikan argumentasi dan mempertahankan pendapatnya. Jika diperlukan dapat mencari jalan keluar atau bernegosiasi dengan orang lain jika terjadi banyak perbedaan pendapat.
DAFTAR PUSTAKA
Nardiati, Sri. 1993. “Bahasa Jawa sebagai Alat Komunikasi dalam Pembangunan”. Dalam Adi Triyono (Eds). Pusaran Bahasa dan Sastra Jawa. Hlm. 4 Yogyajarta: Balai Penelitian Bahasa.
Rostiyah, N.K. 2001.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Tinggalkan Komentar